Stigma negatif mengenai profesi perawat yang tengah berkembang di masyarakat kita. Bukan untuk memecah belah dan mendeskreditkan perawat. Tetapi seharusnya mampu membuat perawat lebih bersinergi lagi dalam menjalin kerja sama, baik itu dengan kolega maupun berkolaborasi dengan tim medis dan berbagai tim media lainnya.
Perawat dituntut untuk berbenah diri, lebih baik lagi dalam mengimplementasikan profesionalisme keperawatan. Dengan memberikan pelayanan keperawatan secara optimal tentunya.
Perawat harus mau membuka diri bekerjasama dengan tim media dalam melakukan edukasi kesehatan kepada masyarakat umum. Misalnya saja dengan menayangkan sebuah program berdurasi singkat dan padat. Seperti iklan kesehatan bukan hanya terbatas pada program keluarga berencana dan kartu menuju sehat saja tapi lebih luas lagi penjabarannya misalnya saja peranan perawat dalam penanggulangan Pertolongan, Pertama Pada Kecelakaan baik itu yang terjadi dirumah, disekolah maupun jalan raya. Apakah EMS-Emergency Medical Services di Indonesia sudah berjalan sebagai mana mestinya?. Dari Metro TV ditayangkan keberadaan nomer darurat 119 atau 108 (ambulan), saat ini fungsi dari nomer tersebut memang baru sebatas mencari tempat tidur yang kosong di rumah sakit rujukan. Bukan mustahil bila instansi kesehatan yang terkait serius mengelola fasilitas yang sudah ada dengan penyediaan ambulan gawat darurat untuk melayani masyarakat. Kalau sudah terbentuk EMS yang profesional bukankah semestinya banyak merekrut perawat?. Karena secara tidak langsung akan banyak membutuhkan para profesional di ambulan gawat darurat tersebut.
Indonesia yang berada dibawah garis Khatulistiwa dengan dikelilingi banyak titik gunung berapi. Indonesia, menjadi rawan bencana. Disinilah peran serta perawat sangat berarti sekali bukan saja merawat korban bencana alam saat bencana itu terjadi tapi juga penyuluhan kesehatan kepada masyarakat persiapan penanggulangan bencana. Misalnya saja dengan pentingnya penggunaan masker ketika terjadi gempa dikawah gunung berapi yang memuntahkan abu vulkanik. Tidak sebatas memberikan masker tapi juga menyampaikan pentingnya penggunaan masker.
Keamanan para korban dan tim SAR juga tidak luput dari perhatian perawat yang tentunya bersatu dengan tim penolong lainnya. Memberikan pelatihan-pelatihan perlindungan diri pada masyarakat bila bencana terjadi (disaster management). Bagaimana membuat tandu, membawa tandu dengan aman agar tidak terjadi patah tulang, cara menghentikan luka dan pertolongan - pertolongan utama ketika bencana atau tragedi itu terjadi. Hal-hal teknik yang harus disebarluaskan kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Nomer-nomer gawat darurat yang harus dihubungi, didukung dengan kesiap-siagaan instansi yang berkaitan dalam penanganan korban bencana alam tentunya.
Dalam perkembangan kehidupan masyarakat modern kehadiran perawat sangat dituntut untuk berperan aktif dalam perubahan gaya hidup sehat guna mengurangi gejala-gejala penyakit degeneratif; darah tinggi dan penyakit gula pada masyarakat modern. Dan masih banyak cakupan pembahasan lainnya, yang saya yakin sangat berguna bagi masyarakat.
Perawat dituntut untuk berbenah diri, lebih baik lagi dalam mengimplementasikan profesionalisme keperawatan. Dengan memberikan pelayanan keperawatan secara optimal tentunya.
Perawat harus mau membuka diri bekerjasama dengan tim media dalam melakukan edukasi kesehatan kepada masyarakat umum. Misalnya saja dengan menayangkan sebuah program berdurasi singkat dan padat. Seperti iklan kesehatan bukan hanya terbatas pada program keluarga berencana dan kartu menuju sehat saja tapi lebih luas lagi penjabarannya misalnya saja peranan perawat dalam penanggulangan Pertolongan, Pertama Pada Kecelakaan baik itu yang terjadi dirumah, disekolah maupun jalan raya. Apakah EMS-Emergency Medical Services di Indonesia sudah berjalan sebagai mana mestinya?. Dari Metro TV ditayangkan keberadaan nomer darurat 119 atau 108 (ambulan), saat ini fungsi dari nomer tersebut memang baru sebatas mencari tempat tidur yang kosong di rumah sakit rujukan. Bukan mustahil bila instansi kesehatan yang terkait serius mengelola fasilitas yang sudah ada dengan penyediaan ambulan gawat darurat untuk melayani masyarakat. Kalau sudah terbentuk EMS yang profesional bukankah semestinya banyak merekrut perawat?. Karena secara tidak langsung akan banyak membutuhkan para profesional di ambulan gawat darurat tersebut.
Indonesia yang berada dibawah garis Khatulistiwa dengan dikelilingi banyak titik gunung berapi. Indonesia, menjadi rawan bencana. Disinilah peran serta perawat sangat berarti sekali bukan saja merawat korban bencana alam saat bencana itu terjadi tapi juga penyuluhan kesehatan kepada masyarakat persiapan penanggulangan bencana. Misalnya saja dengan pentingnya penggunaan masker ketika terjadi gempa dikawah gunung berapi yang memuntahkan abu vulkanik. Tidak sebatas memberikan masker tapi juga menyampaikan pentingnya penggunaan masker.
Keamanan para korban dan tim SAR juga tidak luput dari perhatian perawat yang tentunya bersatu dengan tim penolong lainnya. Memberikan pelatihan-pelatihan perlindungan diri pada masyarakat bila bencana terjadi (disaster management). Bagaimana membuat tandu, membawa tandu dengan aman agar tidak terjadi patah tulang, cara menghentikan luka dan pertolongan - pertolongan utama ketika bencana atau tragedi itu terjadi. Hal-hal teknik yang harus disebarluaskan kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Nomer-nomer gawat darurat yang harus dihubungi, didukung dengan kesiap-siagaan instansi yang berkaitan dalam penanganan korban bencana alam tentunya.
Dalam perkembangan kehidupan masyarakat modern kehadiran perawat sangat dituntut untuk berperan aktif dalam perubahan gaya hidup sehat guna mengurangi gejala-gejala penyakit degeneratif; darah tinggi dan penyakit gula pada masyarakat modern. Dan masih banyak cakupan pembahasan lainnya, yang saya yakin sangat berguna bagi masyarakat.
Perawat adalah sebuah profesi mulia yang sejak awal pertumbuhannya selalu dipandang sebelah mata, hanya sebagai pelengkap saja. Padahal pelayanan terbesar di pusat-pusat pelayanan kesehatan adalah dilakukan oleh perawat. Perawat diibaratkan sebagai tulang punggung kerangka manusia. Dapatkah anda bayangkan sebuah rumah sakit tanpa perawat? Begitupun kerangka manusia tanpa tulang punggung, tidak mampu berdiri dan berjalan bukan?
Bukankah sejak awal perjuangan Florence Nigthingale, perawat dari Inggris ini sudah dipandang sebelah mata? Hanya dengan kerja keras, tegas dan cerdas dalam menjalani profesi keperawatan. Florence dan tim kerjanya mampu mengubah rumah sakit yang pada awalnya kumuh dan tidak layak huni. Rumah yang benar-benar sakit menjadi rumah menuju sehat yang betul-betul menyembuhkan para pasien yang dirawatnya.
Sebagai kepala keperawatan, wanita yang terkenal dengan panggilan The lady with lamp ini terjun langsung kelapangan merawat para pasiennya. Ia tidak puas hanya duduk dibelakang meja dengan hanya menerima laporan dari bawahannya saja. Karena memang manajemen terbaik seorang perawat harus memberikan konstribusi proses penyembuhan pasien yang dirawatnya. Kehadiran seorang perawat menjadi sangat penting bila perawat yang bersangkutan mampu menempatkan dirinya sebagai seorang yang profesional.
Begitupun di Timur Tengah Rufaidah Al Asalmiya perawat muslimah (Madinah 570 - 632 Masehi) anak seorang dokter yang memilih profesi menjadi perawat korban perang pada jamannya.
Dari perjuangan kedua wanita ini. Jelas. Pengabdian dan ketulusan dalam memberikan pelayanan keperawatan terbaik kepada pasien yang dirawatnya. Menjadikan profesi ini diakui keberadaannya. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia bersifat hekterogen yang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama. Anda yang bertugas dipedalaman nusantara, maupun dibelahan dunia yang terpisah oleh samudera. Kebutuhan manusia tetap sama;Begitupun di Timur Tengah Rufaidah Al Asalmiya perawat muslimah (Madinah 570 - 632 Masehi) anak seorang dokter yang memilih profesi menjadi perawat korban perang pada jamannya.
- Kebutuhan fisiologis/ dasar,
- Kebutuhan akan rasa aman dan tentram,
- Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi,
- Kebutuhan untuk dihargai
- Dan kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Akan tetapi karena pengaruh budaya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Dimanapun perawat ditugaskan, pasti akan menemukan pemenuhan kebutuhan serupa yang harus diberikan kepada pasien yang dirawatnya.
Pengaplikasian nilai-nilai pancasila dalam praktek keperawatan secara tidak langsung sudah melindungi perawat dan pasien itu sendiri.
- Sila KeTuhanan Yang Maha Esa. Saling hormat-menghormati kepercayaan yang diyakini oleh orang lain. Misalnya saja: Dalam merawat pasien, ada beberapa aliran tertentu yang menolak transfusi darah. Kita tidak bisa memaksakan prosedur transfusi darah kepada pasien yang menolaknya meskipun demi keselamatan jiwa pasien tersebut. Karenanya tanda tangan persetujuan pasien dalam pemberian tindakan keperawatan harus dilindungi oleh undang-undang. Bila perawat yang berkeTuhanan bertugas, saya yakin dirinya akan selalu merasa dalam pengawasan Tuhan YME. Perawat tersebut tidak akan menyalahgunakan keterampilan dan pengetahuannya diluar tugas-tugas kemanusiaan.
- Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Dalam memberikan pelayanan kesehatan bukan berdasarkan kasta pasien melainkan kebutuhan pasien menjadi prioritas utama dalam pelayanan. Misalkan pada pasien miskin yang terkena serangan jantung mendadak, sebagai tim medis kita menolongnya dengan memberikan CAB (Compression, Airway dan Breathing) sebagai tindakan pertama pada cardiac arrest. Tidak memperdulikan kasta dari mana pasien itu berada, tapi yang terutama adalah keselamatan pasien dan perawat yang menolong pasien itu sendiri. Memanusiakan manusia.
- Sila Persatuan Indonesia Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Selama bertugas diluar negeri, dalam hal ini Abu Dhabi. Atribut orang Indonesia yang dikenal keramah tamahannya dan kegotong royongannya tidak bisa dilepaskan begitu saja ditengah-tengah pergaulan yang individualismenya sangat tinggi. Orang Indonesia di perantauan dikenal sebagai orang yang tidak tegaan. Terkadang kebaikan yang kita berikan menjadi bumerang bagi diri sendiri. Bekerja melebihi kapasitas kemampuan tanpa keberanian mengutarakan rasionalitas karena faktor kesungkanan misalnya, berimbas menurunnya profesionalitas perawat itu sendiri. Dalam pergaulan di kancah Internasional. Indonesia yang kaya akan budaya, agama, kuliner, adat istiadat dan bahasanya memberikan keunikan dengan citra yang tidak dimiliki oleh negara lain.
- Sila Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kita berkoloborasi dengan tim lain dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab. Bila ada perselisihan paham dengan tim medis lainnya musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan yang diambil, dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
- Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. Professionalisme dalam bekerja dan melayani pasien. Semoga kedepannya penyediaan fasilitas kesehatan di Indonesia semakin merata. Dari kompas, di kepulauan seribu sudah ada rumah sakit terapung. Tinggal bagaimana mengelolanya untuk menjadi lebih profesional. Kartu Sehat yang seperti halnya asuransi kesehatan tersebut tidak akan ada maknanya tanpa didukung fasilitas dan tenaga profesional yang memadai. Disinilah kerja sama antar profesi dan etos kerja melayani sangat diperlukan dalam pelayanan kesehatan yang merata bagi siapa saja yang memerlukan tanpa membedakan harta, tahta dan kasta.
Pengakreditasian kependidikan keperawatan di luar negeri berdasarkan dari negara mana perawat itu berasal. Sayangnya profesi perawat yang katanya mulia ini justeru di intimidasi oleh rekan seprofesi perawat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri.
Penghapusan pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan secara sepihak yang kemudian beralih nama Sekolah Menengah Kejuruan. Juga penyetaraan pendidikan Diploma menjadi Strata yang belum diakui keberadaannya oleh standar Internasional yang berlaku, membuat perawat yang bekerja diluar negeri masih enggan untuk kembali menimba ilmu di tanah air.
Perjalanan karier perawat dari Indonesia diluar negeri jalan ditempat. Keadaan ini masih jauh beruntung dari rekan sejawat yang di demotasi karena pendidikan. Keadaan penurunan jenjang karier masih lebih baik dari pada deportasi sejawat karena ketidak layakan dalam sertifikasi ijasah keperawatan. Kitapun dipimpong oleh birokrasi yang tidak jelas. Hingga perawat bukan lagi mentari yang memberikan kehangatan tapi perawat menjadi bayang-bayang ketakutan sang juru rawat itu sendiri.
Perjalanan karier perawat dari Indonesia diluar negeri jalan ditempat. Keadaan ini masih jauh beruntung dari rekan sejawat yang di demotasi karena pendidikan. Keadaan penurunan jenjang karier masih lebih baik dari pada deportasi sejawat karena ketidak layakan dalam sertifikasi ijasah keperawatan. Kitapun dipimpong oleh birokrasi yang tidak jelas. Hingga perawat bukan lagi mentari yang memberikan kehangatan tapi perawat menjadi bayang-bayang ketakutan sang juru rawat itu sendiri.
Tindakan - tindakan rekan sejawat yang telah mencoreng profesionalisme perawat dan tidak sejahteranya nasib perawat di bumi pertiwi membuat para perawat pilihan yang mengabdi di berbagai penjuru dunia enggan untuk kembali ketanah air. Kebanyakan dari mereka berganti haluan menjadi wirausaha mandiri baik itu masih dalam bidang keperawatan, misal dengan membuka klinik perawatan luka maupun wira usaha mandiri lainnya.
Sebenarnya perawat mampu tumbuh dan berkembang layaknya beringin yang lebat bila akar keprofesionalitasannya menancap kuat pada keyakinan bahwa bumi Allah ini luas. Bahwa semuanya tidak luput dari perhitungan Allah yang Maha Pencipta, walau sebesar atom semua amal perbuatan pasti diperhitungkan. Dengan keyakinan ini perawat mampu berkarya diberbagai bidang. Rumah sakit bukan lagi satu-satunya tempat memberikan pelayanan keperawatan.
Perawat juga mampu berkiprah di perindustrian. Perawat mampu menjadi pengusaha dan bidang lainnya. Bila sudah seperti ini tidak ada kata menganggur bagi para lulusan perawat. Perawat bisa menjadi padi yang mengeyangkan masyarakat dan pribadinya. Padi yang bukan hanya tumbuh disawah. Rumah sakit bukan lagi satu-satunya tempat untuk mengabdi. Perawat dengan keterampilan yang dimilikinya mampu berdikari memberikan pelayanan P3K dikampung-kampung misalnya. Bukan hanya demi pendapatan pribadi tapi juga pemenuhan pelayanan kesehatan bagi yang membutuhkan.
Juga kapas yang menyejahterakan kebutuhan pakaian di masyarakat dan juga pribadinya. Kebutuhan pakaian dengan makna luas, bukan pakaian pembungkus raga tapi pakaian pembalut luka. Perawat bukan sekedar melakukan perawatan luka tetapi juga mendidik pasien dan keluarga untuk bekerja sama dalam perawatan luka tersebut. Sehingga terjalin komunikasi theurapetik dari hubungan perawat dan pasien yang harmonis.
Dengan kata lain efektif atau tidak perawat berkomunikasi dengan pasiennya, dinilai dari respon pasiennya tersebut. Apabila pasien tidak paham dengan apa yang perawat katakan, berarti komunikasi yang terjalin harus ditingkatkan untuk menjadi efektif. Komunikator efektif yang theurapetik akan menggali dan menggunakan berbagai sumber daya, untuk mendapatkan respon sesuai sasarannya dalam berkomunikasi. Semoga dengan komunikasi ini perawat bukan hanya latah dengan pencitraan saja tapi betul-betul menjadi mediator pelayanan kesehatan yang mumpuni. Yakinlah stigma negatif ini akan berubah menjadi positif bila para perawat bersikap secara profesional dan mau berubah menjadi pribadi yang M E L A Y A N I. Bukankah dalam surat Ar-Ra'du surat 13 ayat 11 tertulis, Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika bukan kaum itu sendiri yang merubahnya.
Perawat juga mampu berkiprah di perindustrian. Perawat mampu menjadi pengusaha dan bidang lainnya. Bila sudah seperti ini tidak ada kata menganggur bagi para lulusan perawat. Perawat bisa menjadi padi yang mengeyangkan masyarakat dan pribadinya. Padi yang bukan hanya tumbuh disawah. Rumah sakit bukan lagi satu-satunya tempat untuk mengabdi. Perawat dengan keterampilan yang dimilikinya mampu berdikari memberikan pelayanan P3K dikampung-kampung misalnya. Bukan hanya demi pendapatan pribadi tapi juga pemenuhan pelayanan kesehatan bagi yang membutuhkan.
Juga kapas yang menyejahterakan kebutuhan pakaian di masyarakat dan juga pribadinya. Kebutuhan pakaian dengan makna luas, bukan pakaian pembungkus raga tapi pakaian pembalut luka. Perawat bukan sekedar melakukan perawatan luka tetapi juga mendidik pasien dan keluarga untuk bekerja sama dalam perawatan luka tersebut. Sehingga terjalin komunikasi theurapetik dari hubungan perawat dan pasien yang harmonis.
Dengan kata lain efektif atau tidak perawat berkomunikasi dengan pasiennya, dinilai dari respon pasiennya tersebut. Apabila pasien tidak paham dengan apa yang perawat katakan, berarti komunikasi yang terjalin harus ditingkatkan untuk menjadi efektif. Komunikator efektif yang theurapetik akan menggali dan menggunakan berbagai sumber daya, untuk mendapatkan respon sesuai sasarannya dalam berkomunikasi. Semoga dengan komunikasi ini perawat bukan hanya latah dengan pencitraan saja tapi betul-betul menjadi mediator pelayanan kesehatan yang mumpuni. Yakinlah stigma negatif ini akan berubah menjadi positif bila para perawat bersikap secara profesional dan mau berubah menjadi pribadi yang M E L A Y A N I. Bukankah dalam surat Ar-Ra'du surat 13 ayat 11 tertulis, Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika bukan kaum itu sendiri yang merubahnya.